Aku tidak tahu begitu banyak tentang
makanan, apalagi masalah memasak. Telur dadar pun masih robek ketika kubolak-balik
dengan spatula.
Spatula? Sutil? Serok? Apapun itu namanya
lah.
Mie instan kadang terlalu lama digodok,
jadinya lembek sekali. Jadi sebisa mungkin aku menjauhkan diri dari dapur,
apalagi kalau harus memasakkan sesuatu ke orang lain.
Tetapi tetap saja, makanadalah satu
dari banyak hal yang paling membahagiakan. Makan tidak hanya mengisi perut.
Selera yang kita miliki terhadap makanan dibentuk juga oleh apa kualitas
makanan yang masuk ke mulut kita. Rasa mungkin yang paling berpengaruh, juga
tekstur dan segala kualitas makanan yang mungkin tidak aku ketahui.
Yang aku tahu pasti, manusia terus menuntut
sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Itulah yang kita lihat di masa kini.
Semuanya sekarang jadi lebih mudah karena teknologi berkembang. Yang tadinya
tradisional juga kemudian berubah menjadi modern. Dulu Sultan keliling kota
Yogyakarta naik delman. Siapa tau kini beliau secara undercover keliling naik scooter
matic supaya bisa lebih cepat.
Ya, semunya berubah. Bakpia juga berubah. Bakpiapia salah satu manifestasinya.
Bakpia adalah salah satu makanan ringan
tradisional yang berasal dari kota tercinta, Yogyakarta. Mungkin resep bakpia –
yang mendapat pengaruh oriental dari Cina – itu sendiri sudah dikenal secara
umum dan secara turun temurun. Makanya, kita bisa meilihat beberapa jalan
tertentu di Yogyakarta, di mana terdapat toko Bakpia di seluruh sisi dan sudut.
Bakpia secara tradisional lebarnya mungkin sekitar lingkaran yang dibentuk ibu
jari dan telunjuk kita. Teksturnya cenderung keras dan renyah. Isinya pun
bermacam-macam, mulai dari kumbu kacang hitam, coklat, keju, kacang hijau, dan
lain-lain.
Seiring dengan perubahan waktu, ternyata
Bakpiapia hadir dan memberikan citra yang baru terhadap industri bakpia di
Yogyakarta. Inovasi, itulah yang ditawarkan bakpiapia. Dibungkus dengan kotak
kecil yang apik dan mudah dibawa, Bakpiapia memperkenalkan kepada kita konsep
baru: bakpia coklat dan bakpia blasteran. Dengan adonan yang sedikit lebih
kecil dan kepadatan yang tepat, Bakpiapia coklat memberikan rasa yang berbeda,
entah apapun itu aku, tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Pokoknya enak,
sebuah pengalaman tradisional sekaligus modern. Di sisi yang lain, Bakpiapia
blasteran, mungkin sesuai namanya, membawakan cita rasa asing dalam bakpia yang
tradisional itu. Pada gigitan pertama, nikmatnya menggugah rasa ingin tau yang
mendalam dan menyiksa jika tidak dijawab: Oh Tuhan, rasa apakah bakpia
blasteran ini? Tiramisu? Blackforest? Cappuccino? Bumbu pecel? Entahlah! Mungkin
hanya para pembuat Bakpiapia yang tahu. Sebuah gabungan konsep dua daerah. Sebuah inovasi yang
menggugah selera.
Sebenarnya aku tidak suka bicara tentang
makanan. Despite all the nonsense above, intinya Bakpiapia itu enak.